Pertanyaan:
Benarkah bahwa istri yang ridha dipoligami oleh suaminya bahwa ia akan dijamin surga? Jika itu tidak benar, apakah ada keutamaan khusus bagi istri yang dipoligami oleh suaminya?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wasshahbihi ajma’in, amma ba’du.
Tidak kami ketahui adanya keutamaan khusus berdasar Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang istri yang rela dimadu atau dipoligami oleh suaminya. Siapa yang menyebutkan keutamaan demikian secara mutlak, wajib membawakan dalil.
Namun yang mendekati hal itu adalah ancaman bagi wanita yang meminta cerai karena suaminya poligami, maka ia diancam tidak masuk surga. Nabi shallallahu ‘alaiahi wa sallam bersabda:
أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَير مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR. Abu Daud no.1928, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
الْمُخْتَلِعَاتُ وَالْمُنْتَزِعَاتُ هُنَّ الْمُنَافِقَاتُ
“Para wanita yang mengajukan khulu’ dan melepaskan dirinya dari suaminya (tanpa alasan yang kuat), mereka itulah para wanita munafik” (HR. An-Nasa’i no.3461, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah As-Shahihah no. 632).
Termasuk di dalam ancaman hadits-hadits di atas, para istri yang meminta cerai karena suaminya poligami. Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan pernah ditanya, “Bolehkah seorang istri meminta cerai kepada suaminya karena suaminya tersebut menikah lagi dengan wanita lain?”.
Beliau menjawab: “Jika suaminya menikah lagi maka itu merupakan karunia dari Allah. Allah ta’ala membolehkan hal itu. Adapun mengenai sang istri yang meminta cerai, jika suaminya tersebut melalaikan hak-hak sang istri dan tidak menunaikannya, maka boleh bagi sang istri untuk meminta cerai. Adapun jika sang suami menikah lagi, dan dia sudah berlaku adil kepada istri-istrinya dan menunaikan apa yang wajib baginya, maka sang istri tidak boleh meminta cerai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga”. Maka tidak boleh meminta cerai semata-mata karena sang suami menjalankan hal yang dibolehkan oleh agama. Dan poligami itu mubah, walhamdulillah. Bahkan terkadang sunnah. Dan si istri memiliki hak yang wajib ditunaikan oleh suaminya. Demikian”
(Sumber: LINK VIDEO YOUTUBE ; LINK VIDEO GDRIVE).
Oleh karena itu, wanita yang bersabar dan tidak meminta cerai ketika suaminya poligami, ia selamat dari ancaman di atas. Namun bukan berarti ia dijamin masuk surga.
Dan ketika suami menikah lagi, tentu wajar dan sangat dipahami jika istrinya cemburu dan merasakan berat hati. Kecemburuan itu wajar dan tidak terlarang dalam syariat. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ عِنْدَ بَعْضِ نِسَائِهِ ، فَأَرْسَلَتْ إِحْدَى أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ مَعَ خَادِمٍ بِقَصْعَةٍ فِيهَا طَعَامٌ فَضَرَبَتْ بِيَدِهَا ، فَكَسَرَتِ الْقَصْعَةَ ، فَضَمَّهَا ، وَجَعَلَ فِيهَا الطَّعَامَ وَقَالَ « كُلُوا » . وَحَبَسَ الرَّسُولَ وَالْقَصْعَةَ حَتَّى فَرَغُوا ، فَدَفَعَ الْقَصْعَةَ الصَّحِيحَةَ وَحَبَسَ الْمَكْسُورَةَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu pernah berada di rumah salah satu istrinya (yaitu ‘Aisyah). Istri Nabi yang lain (yaitu Zainab binti Jahsy) mengirim pembantunya untuk mengantarkan piring berisi makanan ke rumah Aisyah. Seketika itu ‘Aisyah pun memukul piring tersebut. Piring tersebut pun pecah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengumpulkan bagian-bagian piring yang pecah tersebut. Kemudian beliau meletakkan makanan di atasnya, lalu beliau perintahkan para sahabat, “Mari makan!”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan piring tersebut hingga selesai. Bagian piring yang masih bagus, beliau sodorkan. Adapun bagian piring yang pecah, beliau tahan” (HR. Bukhari no. 2481).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
غَارَتْ أُمُّكُمْ
“Ibu kalian (yaitu ‘Aisyah) sedang cemburu” (HR. Bukhari no. 5225)
Maka adanya rasa cemburu itu wajar. Namun jika sang istri tersebut ridha dan bersabar ia mendapatkan pahala sabar yang tanpa batas. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan pahala kepada mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).
Demikian juga, ketika sang istri berat hati mendapati suaminya poligami, ini adalah bentuk musibah dan cobaan. Sedangkan cobaan akan menghapuskan dosa-dosa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا يَزَالُ الْبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي جَسَدِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ
“Cobaan akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya maupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun” (HR. Ahmad no. 7859, At-Tirmidzi no. 2399, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
لا يصيب المسلم هم ولا غم ولا نصب ولا وصب (وهو المرض) ولا أذى حتى الشوكة إلا كفر الله بها من خطاياه
“Seorang Muslim tertimpa kesedihan, kesusahan, penyakit, gangguan walau sekedar tertusuk duri, pasti Allah akan menjadikannya penghapus dosa-dosa yang ia miliki” (HR. Al-Bukhari no.5318, Muslim no.2573).
Dan hal penting yang perlu ditekankan, bahwa seorang istri boleh saja bersedih dan cemburu ketika suaminya menikah lagi. Namun tidak boleh ia benci kepada syariat poligami. Allah ta’ala membolehkan poligami bagi lelaki yang mampu bersikap adil. Allah ta’ala berfirman,
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Namun jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja” (QS. An-Nisa: 3).
Ulama sepakat tentang bolehnya poligami. Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah mengatakan,
اتفق الجميعُ على أنَّ للحُرِّ أن يتزوَّجَ أربعًا
“Semua ulama sepakat bahwa lelaki merdeka boleh menikah dengan empat orang istri” (Al-Istidzkar, 5/481).
Maka tidak boleh sampai membenci syariat poligami atau mengharamkan poligami. Oleh karena itu, ketika ia mendapat suaminya menikah lagi, hendaknya ia bersabar dan niatkan pula sebagai bentuk ridha terhadap syariat Allah. Maka ia akan termasuk golongan orang-orang yang beruntung di dunia dan di akhirat. Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Hanya ucapan orang-orang beriman, yaitu ketika mereka diajak menaati Allah dan Rasul-Nya agar Rasul-Nya tersebut memutuskan hukum diantara kalian, maka mereka berkata: sami’na wa atha’na (Kami telah mendengar hukum tersebut dan kami akan taati). Merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. An-Nuur: 51)
Semoga Allah berikan kesabaran kepada para istri yang merasakan beratnya dipoligami dan semoga Allah ta’ala berikan keberkahan kepada keluarga kaum Muslimin.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/41959-keutamaan-istri-yang-ridha-dipoligami.html